BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Di era
globalisai ini semua hal dapat berubah dengan cepat dan semakin sulit untuk
diberi batasan. Semua hal dapat bertukar
informasi atau apapun secara mudah, bahkan pengaruh paham-paham yang negatif
pun dapat tertular dengan media globalisasi informasi. Munculnya terorisme yang berkembang didunia
akhir-akhir ini cukup menghawatirkan.
Ini juga pengaruh dari perubahan sistem tatanan dunia yang menuju kearah
globalisasi. Globalisasi
bukanlah sesuatu fenomena keadaan yang harus ditakuti kemudian anti pati
terhadap hal tersebut justru dengan globalisasi harus kita hadapi dengan mampu mengambil hal-hal
positif dari hal tersebut dan menyaring dengan seksama hal-hal negatif yang
terkandung didalamnya agar tidak masuk kewilayah negara kita tercinta.
Negara adalah bagaikan sebuah organisme yang tidak
bisa hidup sendiri. Negara dalam
kenyataannya selalu mendapat pengaruh dari negara-negara sekitar terutama
negara-negara tetangga disekitar wilayahnya.
Untuk itulah diperlukan suatu sistem perpolitikan yang mengatur hubungan
antara negara satu dengan negara lain, hal inilah yang disebut sebagai
geopolitik. Sistem ini harus selalu ada dalam suatu negara tak terkecuali
negara Indonesia. Tentu sistem
geopolitik yang diterapkan dinegara Indonesia haruslah sesuai dengan keadaan
yang ada di Indonesia yang menyesuaikan letak geografis Indonesia yang unik.
Geopolitik yang ada di Indonesia tidak lain adalah
wawasan nusantara. Wawasan nusantara
yang dikembangkan di Indonesia tentunya wawasan yang cinta damai, mengharagai
dan menghormati kemerdekaan serta martabat suatu bangsa, hal ini tentunya tak
lepas dari landasan PANCASILA serta UUD 1945 yang kita pakai sebagai acuan
dasar dalam bernegara yang mengarah pada tujuan negara kita. Wawasan nusantara juga sering dimaknai sebagai
cara pandang, cara memahami, cara menghayati, cara bertindak, berfikir dan
bertingkah laku bagi bangsa Indonesia sebagai hasil interaksi proses
psikologis.
Maka dari itulah wawasan nusantara kita perlu untuk selalu
ditanamkan dan diajarkan kepada seluruh warga negara Indonesia agar mampu
member ciri khas yang membedakan kita dengan negara-negara lain serta mampu
menenggulangi hal-hal negatife yang ada dalam pergaulan antar negara saat ini
yang bebas. Oleh sebab itulah kami
pemakalah berusaha untuk memberikan sedikit pengertian tantang “Pengaruh Geopolitik Terhadap Pemahaman
Politik Luar Negeri Indonesia ” hal ini bertujuan untuk saling mengingatkan
kita tentang eksistensi negara kita baik yang kita rasakan maupun yang akan
dirasakan oleh negara-negara lain yang berdampingan dengan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
II. RUMUSAN MASALAH
Mengacu dari Judul
Makalah di atas, maka bahasan masalah yang dapat kami kutip pada makalah ini
adalah :
1.
Apa pengaruh letak Geopolitik terhadap politik luar negeri
Indonesia?
2.
Apa pengertian politik “Bebas Aktif” yang dianut Indonesia?
3.
Bagaiamana
sejarah munculnya Politik ‘Bebas Aktif” di Indonesia?
4.
Bagaimana
perkembangan politik “Bebas Aktif” Indonesia ?
5.
Bagaimana
peran Indonesia dalam kancah dunia internasional?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Letak Geopolitik Terhadap Indonesia
geopolitik adalah
suatu sistem perpolitikan yang mengatur hubungan antar negara-negara yang
letaknya berdekatan di atas permukaan planet bumi ini, yang mutlak dimiliki dan
diterapkan oleh setiap negara dalam melakukan interaksi dengan sesama negara di
sekitarnya. Tak terkecuali Indonesia. Indonesia pun harus memiliki sistem
geopolitik yang cocok diterapkan dengan kondisi kepulauannya yang unik dan
letak geografis negara Indonesia di atas permukaan planet bumi ini. Geopolitik adalah pengetahuan tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan konstelasi geografis suatu negara dengan
memanfaatkan keuntungan letak geografis tersebut untuk kepentingan
penyelenggaraan pemerintahan nasional dan penentuan-penentuan kebijaksanaan
secara ilmiah berdasrkan realita yang ada dengan cita-cita bangsa.
Dalam studi
Hubungan Internasional, geopolitik merupakan suatu kajian yang melihat masalah
/ hubungan internasional dari sudut pandang ruang atau geosentrik. Konteks
teritorial di mana hubungan itu terjadi bervariasi dalam fungsi wilayah dalam
interaksi, lingkup wilayah, dan hirarki aktor: dari nasional, internasional,
sampai benua-kawasan, juga provinsi atau lokal.
Dari
beberapa pengertian diatas, pengertian geopolitik dapat lebih disederhanakan
lagi. Geopolitik adalah suatu studi yang mengkaji masalah-masalah geografi,
sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada politik internasional.
Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang
mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut. Geopolitik
mempunyai 4 unsur yang pembangun, yaitu keadaan geografis, politik dan
strategi, hubungan timbal balik antara geografi dan politik, serta unsur
kebijaksanaan.
Negara tidak
akan pernah mencapai persamaan yang sempurna dalam segala hal. Keadaan suatu
negara akan selalu sejalan dengan kondisi dari kawasan geografis yang mereka
tempati. Hal yang paling utama mempengaruhi keadaan suatu negara adalah kawasan
yang berada di sekitar negara itu sendiri, atau dengan kata lain, negara-negara
di sekitarnya / negara tetangga merupakan pengaruh yang paling besar.
Dari uraian
diatas, dapat disimpulkan, bahwa ada dua golongan negara. Yaitu golongan negara
“determinis” dan golongan negara “posibilitis”. Determinis
berarti semua hal yang bersifat politis secara mutlak tergantung dari keadaan
bumi geografi. Negara determinis adalah negara yang berada diantara dua negara
raksasa / adikuasa, sehingga, secara langsung maupun tidak langsung,
terpengaruh oleh kebijakan politik luar negeri dua negara raksasa itu.
Sebenarnya,
faktor keberadaan dua negara raksasa, bukanlah satu-satunya faktor yang
mempengaruhi keadaan suatu negara yang berada diantaranya. Faktor lain seperti
faktor ideologi, politik, sosial, budaya dan militer, juga merupakan faktor
yang mempengaruhi. Hanya saja, karena besarnya kekuasaan dua negara besar
tersebut, maka keberadaannya menjadi faktor yang begitu dominan dalam
mempengaruhi keadaan negara yang bersangkutan.
Golongan
negara yang kedua adalah golongan negara posibilitis. Golongan ini merupakan
kebalikan dari golongan determinis. Negara ini tidak mendapatkan dampak yang
terlalu besar dari keberadaan negara raksasa, karena letak geografisnya tidak
berdekatan dengan negara raksasa. Sehingga, faktor yang cukup dominan dalam
mempengaruhi keadaan negara ini adalah faktor-faktor seperti ideologi, politik,
sosial, budaya dan militer yang telah disebutkan sebelumnya. Tentunya,
keberadaan negara-negara lain di sekitar kawasan tersebut juga turut menjadi
faktor yang berpengaruh.
Geopolitik,
dibutuhkan oleh setiap negara di dunia, untuk memperkuat posisinya terhadap
negara lain, untuk memperoleh kedudukan yang penting di antara masyarakat
bangsa-bangsa, atau secara lebih tegas lagi untuk menempatkan diri pada posisi
yang sejajar di antara negara-negara raksasa.
Pengaruh letak bumi pada posisi silang terhadap ketatanegaraan bagi
bagsa Indonesia mula pertama terasa penting dan mendesak dengan menyatukan nusa
dan bangsanya dalam rangka usaha mengembangkan konsepsi ketahanan nasional atau
geostrategi Indonesia, mengingat bangsa Indonesia yang terdiri atas beberapa
suku bangsa dan beraneka budaya serta bermacam-macam agama, maka konsep
geopolitik di Indonesia perlu dilaksanakan untuk mencapai tujuan bangsa dan
negara.
Konsep
geopolitik Indonesia mengingat uraian mengenai perkembangan wilayah Indonesia
dan unsur dasar geopolitik Indonesia, dapat diberi batasan yang sedikit berbeda
dengan semula, namun intinya sama, sebagai berikut :
Pengetahuan
tentang segala sesuatu dengan memanfaatkan letak geografis negara kepulauan
untuk kepentingan-kepentingan penyelenggaraan pemerintahan nasional yang
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah yang
menghormati ke-bhineka-an kehidupan nasional untuk mencapai tujuan negara.
Batasan tersebut merupakan suatu ajaran tentang geopolitik Indonesia, maka
perlu pelaksanaan dan penerapannya. Adapun pelaksanaan geopolitik Indonesia
sejak wawasan nusantara diresmikan oleh MPR dengan TAP MPR nomor IV tahun 1973,
yaitu meliputi empat aspek, perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu
kesatuan ekonomi, perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial
budaya, perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan dan
keamanan. Di samping bangsa Indonesia melaksanakan empat aspek juga menerapkan
wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia.
B. PENGERTIAN POLITIK “BEBAS AKTIF” YANG DIANUT
INDONESIA
Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam
hubungannya dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik luar
negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu Negara dalam hubungannya
dengan negara-negara lain. Politik luar negeri berhubungan dengan proses
pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu. Menurut buku
Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia
(1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai “suatu kebijaksanaan
yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia
internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional”. Melalui politik luar
negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat
antar bangsa”. Dari uraian ini sesungguhnya dapat diketahui bahwa tujuan politik luar negeri adalah untuk
mewujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut memuat gambaran mengenai
keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan yang diinginkan.
Pelaksanaan politik luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan
keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang didasarkan pada faktor-faktor
nasional sebagai faktor internal serta faktor-faktor internasional sebagai
faktor eksternal.
Sebagai negara yang telah memperoleh kemerdekaannya
pada tahun 1945 dan juga mendapatkan kedaulatan penuh dalam menjalankan proses
politik dan mengatur segala kebijakan politik luar negerinya, Indonesia juga
mengalami dinamika dalam melaksanakan politik luar negerinya baik dalam politik
domestik demi keamanan dan kesejahteraan rakyat maupun dalam proses pengukuhan serta eksistensi Indonesia
dalam kancah Internasional. Perlahan hubungan
politik luar negeri mulai dibentuk demi mencapai kepentingan nasionalnya,
seperti kita ketahui Indonesia yang dikenal menganut politik bebas aktif
dalam mengamati permasalahan dalam dunia internasional juga dalam menjalankan kebijakan luar negerinya yang
selalu berkembang disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri dan perubahan
situasi yang terjadi di dunia internasional.
Indonesia yang menganut sistem politik luar negeri
bebas aktif, yang mana telah tercantum dalam alinea I dan IV pembukaan UUD 45, Dasar hukum pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia
tergambarkan secara jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea I
dan alinea IV. Alinea I menyatakan bahwa .… kemerdekaan ialah hak segala bangsa
dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa …. dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
….. Dari dua kutipan di atas, jelaslah bahwa politik luar negeri RI mempunyai
landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena diatur di dalam Pembukaan
UUD 1945. Selain dalam pembukaan terdapat juga dalam beberapa pasal contohnya
pasal 11 ayat 1, 2,3; pasal 13 ayat 1,2,3 dan lain-lain.
Pasal 11
(1)
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
(2)
Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan
akibat yang luas dan
mendasar
bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3)
Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan
undang-undang. ***)
Pasal 13
(1)
Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2)
Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.*)
(3) Presiden
menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.*)
dimana dalam
proses pelaksanaan politik luar negeri Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945
menjadi landasan konstitusionalnya yaitu
sebagai landasan dasar hukum yang kuat dalam
mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam menjalankan
kebijakan-kebijakan luar negeri Indonesia. Selain UUD 1945 yang menjadi
landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia,
pancasila yang berfungsi sebagai dasar negara Indonesia diposisikan sebagai landasan
idiil dalam proses pelaksanaan politik luar negeri Indonesia. Selain landasan idiil
dan landasan konstitusional, juga dikenal landasan operasional dimana landasan
operasional itu berbeda-beda di setiap pemerintahan dan disesuaikan dengan
kepentingan nasional Indonesia. Pada masa orde lama, landasan operasional
dinyatakan melalui maklumat dan pidato-pidato Presiden Soekarno.
Jika kita lihat lebih rinci dimana arah politik luar
negeri Indonesia yang bebas aktif lebih menitikberatkan pada kepentingan
nasional, solidaritas antar negara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan
bangsa-bangsa, menolak penjajahan dalam segala bentuk, serta meningkatkan
kemandirian bangsa dan kerjasama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
Pada dasawarsa 1950-an landasan operasional prinsip
bebas aktif mengalami perluasan makna. Hal ini ditanyakan oleh pidato Bung
Karno yang berjudul “Jalannya Revolusi Kita” pada 17 Agustus 1960. Kemudian
inti dari politik luar negeri kembali ditanyakan oleh Presiden Soekarno dalam
“Perincian Pedoman Pelaksanaan Manifesto Politik RI”, yang berisi tentang sifat
politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, anti imperialisme, dan
kolonialisme.
Pada masa Orde Baru, landasan operasional politik
luar negeri ditetapkan dengan ketetapan MPRS No.XII/MPRS/1966 , ketetapan MPR
tanggal 22 Maret 1973, petunjuk bulanan presiden sebagai ketua dewan stabilitas
politik dan keamanan, keputusan-keputusan Menteri Luar Negeri. Pada masa pasca orde
baru, landasan operasional ditetapkan dengan ketetapan MPR No.IV/MPR/1999, UU
No.37 tahun 1999, UU No.24 tahun 2000, perubahan UUD 1945 hingga Pada masa pasca orde
baru selanjutnya yaitu Kabinet Indonesia Bersatu ditetapkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) tahun 2004-2009.
Seperti kita ketahui sebelumnya, bahwa Politik luar
negeri bebas aktif yang dijalankan pemerintah Republik Indonesia pada dasarnya
bersifat netral atau tidak memihak pihak yang mana pun
menurut beberapa ahli seperti Mochtar Kusumaatmaja yang merumuskan
bebas aktif sebagai Bebas, dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak
pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif, berarti bahwa di dalam
menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat
pasif-reaktif atas kejadian-kejadian
internasionalnya, melainkan bersifat aktif. Sedangkan A.W Wijaya merumuskan
Bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara
asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super
power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan
persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara
lain. Berdasarkan politik luar negeri bebas
aktif ini, Indonesia mempunyai
hak untuk menentukan arah, sikap, dan keinginannya sebagai negara yang merdeka
dan berdaulat. Oleh karena itu, Indonesia tidak dapat dipengaruhi kebijakan
politik luar negeri negara lain.
Dengan begitu, dapat
kita lihat bahwa Politik bebas aktif
yang dijalankan oleh pemerintah Republik Indonesia membawa pengaruh yang
cukup besar terhadap dinamika politik regional dan internasional yakni dengan
terjadinya perubahan-perubahan yang cukup mendasar dalam politik luar negeri
Indonesia, serta citra positif yang dibuat indonesia dalam kancah
internasional. Perbedaan ini seiring dengan pergantian rezim dari Soekarno ke
Soeharto, sehingga konsep perjuangan Indonesia yang selalu didengung-dengungkan
oleh Soekarno sebagai anti kolonialisme dan anti imperialisme tidak lagi
dimunculkan dalam TAP MPR tahun 1973 dan selanjutnya. Selain itu, sosok politik
luar negeri Indonesia juga lebih difokuskan pada upaya pembangunan bidang
ekonomi dan peningkatan kerja sama dengan dunia internasional (Alami 2008:33).
Politik bebas aktif yang berjalan pada saat itu telah memberikan pengaruh
dengan menghilangnya politik luar negeri Indonesia yang terkesan kaku. Dengan
politik luar negeri yang cukup terbuka dan tidak memihak, dapat menciptakan
perdamaian domestik dan internasional. Selanjutnya melalui TAP MPR RI No.
IV/MPR/1978 pelaksanaan politik luar negeri Indonesia juga telah diperluas
untuk kepentingan pembangunan di segala bidang (Alami 2008:34). Berdasarkan
perubahan-perubahan yang terjadi maka dapat kita simpulkan bahwa Indonesia
telah berada dalam dinamika politik internasional. Indonesia telah beradaptasi
dengan situasi dan kondisi politik internasional yang berubah-ubah tidak
menentu.
C. SEJARAH MUNCULNYA POLITIK BEBAS AKTIF INDONESIA
Peristiwa
Internasional yang terjadi meletusnya perang dunia ke 2 pada tahun 1939 antara
2 blok kekuatan, yaitu Negara-negara poros dengan Negara-negara sekutu. Bagian
dari perang dunia ke 2 yang terjadi di ASIA dikenal sebagai/ dengan sebutan
PERANG ASIA TIMUR RAYA, yang berada di pihak JEPANG sehingga Jepang tidak
membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk menguasai hamper seluruh wilayah ASIA
tenggara.
Kemudian Angkatan Perang Amerika mulai menyerang secara besar”-an
kearah Jepang. Pada tanggal 6 Agustus 1945, America menyerang(membom) kota
Hiroshima dan kemudian kembali membom di Nagasaki pada 3 hari setelah
Hiroshima. Diantara kedua peristiwa tsb, Uni Soviet menyatakan perang terhadap
Jepang pada tanggal 8Agustus 1945. Dan akhirnya Jepang menyerah tanpa syarat
pada tanggal 15 Agustus 1945. Dengan menyerahnya Jepang, maka di Indonesia
terjadi kekosongan kekuasaan dan kesempatan ini digunakan untuk mempersiapkan.
Dan pada tanggal 17 Bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai Negara yang
merdeka.
Sejak saat itu
muncul 2 kekuatan raksasa dunia yaitu, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Sering
terjadi salah pendapat di antara kedua raksasa tsb yang mengakibatkan
terjadinya perang dingin. Pembagian dunia seolah-olah hanya terdiri dari 2 blok
saja, menuntut seluruh Negara untuk memilih salah 1 dari blok tersebut.
Perkembangan selanjutnya, Pemerintah RI
mengalami berbagai kesulitan. Oposisi dari FDR-PKi mengusulkan agar menyikapi
pertentangan AS dengan Uni Soviet tersebut RI memihak kepada Uni Soviet. Untuk
meyikapi usulan FDR-PKI maka MOH HATTA memberikan ketrangannya di depan BP-KNIP
tanggal 2 September 1948 mengemukakan pernyataan yang merupakan penjelasan
tentang “Politik Bebas Aktif”. Makna bebas aktif dapat disimak dari judul
keterangannya “Mendayung diantara 2 karang yang artinya politik bebas aktif,
Mendayung=upaya(aktif), Diantara 2 karang= tidak terikat oleh 2 kekuatan
Adikuasa yang ada (bebas)”. sebagaimana ditemukan dalam sebuah tulisan Bung
Hatta di jurnal internasional terkemuka Foreign Affairs (vol 51/3, 1953),
politik luar negeri bebas aktif diawali dengan usaha pencarian jawaban atas
pertanyaan konkret: have then Indonesian
people fighting for their freedom no other course of action open to them than
to choose between being pro-Russian or pro-American? The government is of the
opinion that position to be taken is that Indonesia should not be a passive
party in the arena of international politics but that it should be an active
agent entitled to determine its own standpoint. The policy of the Republic of
Indonesia must be resolved in the light of its own interests and should be
executed in consonance with the situations and facts it has to face.
Tampak jelas bahwa ide dasar politik luar
negeri bebas aktif yang dikemukakan oleh Hatta sama sekali bukan retorika
kosong mengenai kemandirian dan kemerdekaan, akan tetapi dilandasi pemikiran
rasional dan bahkan kesadaran penuh akan prinsip-prinsip realisme dalam
menghadapi dinamika politik internasional dalam konteks dan ruang waktu yang
spesifik. Bahkan dalam pidato tahun 1948 tersebut, Hatta dengan tegas
menyatakan, percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan kita
sendiri tidak berarti bahwa kita tidak akan mengambil keuntungan daripada
pergolakan politik internasional.
D. PERKEMBANGAN POLITIK “BEBAS AKTIF” INDONESIA
Politik luar Negeri Bebas
Aktif pada Masa Orde Lama (1945-1966)
Penyimpangan terhadap politik luar
negeri Indonesia yang bebas aktif dianggap mulai muncul ketika
Indonesia pada masa Kabinet Sukiman (1951)
dengan mengadakan pertukaran surat antara Menteri Luar Negeri Ahmad Subarjo dan
Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran dalam rangka mendapatkan bantuan dari
Amerika Serikat. Hal ini menimbulkan protes sebab dianggap telah meninggalkan
politik bebas aktif dan memasukkan Indonesia ke dalam sistem pertahanan Blok
Barat.
Sementara itu pada masa Kabinet Ali
Sastroamijoyo I menitik beratkan pada kerjasama antara negara-negara
Asia-Afrika dengan menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika. Kenyataan tersebut
bukan berarti Indonesia akan membentuk blok ketiga. Tujuan dibentuk organisasi
ini adalah sebagai landasan dalam rangka memupuk solidaritas Asia-Afrika dan
menyusun kekuatanagar mendapatkan posisi yang menguntungkan bagi bangsa
Asia-Afrika di tengah percaturan politik internasional.
Pada
masa Burhanuddin Harahap (1955) politik luar negeri Indonesia lebih dekat
dengan Blok Barat, baik dengan Amerika, Australia, Inggris, Singapura dan
Malaysia. Indonesia mendapatkan bantuan makanan dari Amerika (US$ 96.700.000).
Tahun
1956 untuk menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia menganut politik bebas aktif
maka presiden Soekarno mengunjungi Uni Soviet. Dan ditandatangani perjanjian
kerja sama pemberian bantuan ekonomi dengan tidak mengikat dari Uni Soviet(US$
100.000.000). Indonesia juga mengunjungi Cekoslowakia, Yugoslavia, dan Cina.
Indonesia juga mengirimkan pasukan perdamaian di bawah PBB yang dikenal dengan
Pasukan Garuda.
~ Pada masa Demokrasi Terpimpin,
Indonesia turut mempelopori berdirinya Gerakan Non Blok (1961) sejak saat itu
Manifesto Politik (Manipol) menjadi dasar pengambilan kebijakan luar negeri
Indonesia sehingga dunia terbagi menjadi NEFO (negara-negara komunis) dan
OLDEFO (negara-negara kolonialis dan imperialis). Indonesia termasuk dalam
kelompok NEFO sehingga menjalin hubungan erat dengan negara bok timur dan
menjaga jarak dengan negara blok barat. Politik tersebut selanjutnya berkembang
semakin radikal menjadi politik mercusuar dan politik poros. Politik Indonesia
yang agresif selama masa Demokrasi Terpimpin memboroskan devisa, inflasi
menjadi tidak terkontrol terlebih dengan adanya pemberontakan PKI 1965.
Politik Luar Negeri Bebas
Aktif pada Masa Orde Baru (1966-1998)
Di dalam
dokumen yang berhasil disusun oleh pemerintah yang dituangkan di dalam Rencana
Strategi Politik Luar negeri Republik Indonesia (1984-1989) antara lain
dinyatakan bahwa politik Luar negeri suatu negara hakekatnya merupakan salah
satu sarana untuk mencapai kepentingan nasional. Sedangkan di Indonesia, jika
dicermati, rumusan pokok kepentingan nasional itu dapat dicari dalam alinea IV Pembukaan
UUD 1945, yaitu bahwa.
Meletusnya
pemberontakan G.30.S/PKI menim-bulkan banyak korban, terutama korban jiwa.
Akibatnya muncullah berbagai tuntutan yang disponsori oleh berbagai kesatuan
aksi dengan tuntutannya yang terkenal “TRITURA” (Tri Tuntutan Rakyat), yaitu :
bubarkan PKI, turunkan harga dan reshuffle kabinet. Tuntutan pertama dapat
dipenuhi pada tanggal 12 Maret 1966. Dan segera setelah itu pada bulan Juni
sampai Juli 1966 Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (setelah
anggota-anggotanya diperbaharui) menyelenggarakan Sidang Umum dengan
menghasilkan sebanyak 24 ketetapan. Salah satu ketetapan MPRS tersebut adalah
Ketetapan No.XII/MPRS/1966 tentang Penegasan Kembali Landasan Kebijaksanaan
Politik Luar Negeri RI. Di dalam ketetapan tersebut antara lain diatur hal-hal
sebagai berikut :
1)
Bebas-aktif, anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2)
Mengabdi kepada kepentingan nasional dan Amanat Penderitaan Rakyat.
Politik Luar
Negeri Bebas Aktif bertujuan mempertahankan kebebasan Indonesia terhadap
imperialis dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya dan
menegakkan ke tiga segi kerangka tujuan Revolusi, yaitu :
3)
Pembentukan satu Negara Republik Indonesia yang berbentuk Negara Kesatuan dan
Negara Kebangsaan yang demokratis, dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampai
Merauke.
5)
Pembentukan satu masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia itu.
6)
Pembentukan satu persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dan semua
negara di dunia, terutama sekali dengan negara-negara Afrika dan Asia atas
dasar bekerjasama membentuk satu dunia baru yang bersih dari imperialisme dan
kolonialisme menuju kepada perdamaian dunia yang sempurna.
Kemudian secara
berturut-turut penegasan politik luar negeri yang bebas-aktif oleh Majelis
Permus-yawaratan Rakyat selalu dipertegas dalam setiap kali menyelenggarakan
sidang umum, baik Sidang Umum 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, 1998 maupun dalam
Sidang Umum MPR 1999. Penegasan politik Luar Ne-geri Bebas-Aktif yang
dituangkan di dalam Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 Bab III huruf B Arah Pembangunan
Jangka Panjang, di sana ditegaskan : Dalam bidang politik luar negeri yang
bebas aktif diusahakan agar Indonesia terus dapat meningkatkan peranannya dalam
memberikan sumbangannya untuk turut serta menciptakan perdamaian dunia yang
abadi, adil dan sejahtera.
Rumusan
tersebut dipertegas lagi pada bab IVD (Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan)
huruf c bidang politik. Aparatur Pemerintah, Hukum dan Hubungan Luar Negeri, di
mana dalam hal hubungan luar negeri diatur dalam hal-hal sebagai berikut :
1) Terus
melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif dengan mengabdikannya kepada
Kepentingan Nasional, khususnya pembangunan ekonomi.
2)
Mengambil langkah-langkah untuk memantapkan stabilitas wilayah Asia Tenggara
dan Pasifik Barat Daya, sehingga memungkinkan negara-negara di wilayah ini
mampu mengurus masa depannya sen-diri melalui pengembangan ketahanan
nasionalnya masing-masing, serta memperkuat wadah dan kerjasama antara
negara-negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.
3)
Mengembangkan kerjasama untuk maksud-maksud damai dengan semua negara dan
badan-badan internasional dan lebih meningkatkan peranannya dalam membantu
bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya tanpa mengorbankan
Kepentingan dan Kedaulatan Nasional.
Upaya yang dilakukan Indonesia pada masa
Orde Lama yaitu
dengan :
· Mempertahankan persahabatan dengan
pihak barat
· Menjalankan politik pintu terbuka
bagi infestor asing serta pinjaman luar negeri.
· Bergabungnya kembali Indonesia
sebagai anggota PBB pada 28 Desember 1966.
· Memperbaiki hubungan dengan
sejumlah negara yang sempat renggang karena adanya politik konfrontasi masa
Orde Lama.
· Didirikan pula bentuk kerjasama
regional ASEAN dalam rangka menjaga stabilitas kawasan.
Politik Luar Negeri Bebas
Aktif pada Era Reformasi (1998-Sekerang)
Sidang Umum MPR
1999 juga kembali mempertegas politik luar negeri Indonesia. Dalam ketetapan
MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN, Bab IV Arah Kebijakan, huruf C angka 2
tentang Hubungan Luar Negeri, dirumuskan hal-hal sebagai berikut:
1)
Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi
pada kepentingan nasional, menitik beratkan pada solidaritas antar negara
berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan
dalam segala bentuk, serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerjasama
internasional bagi kesejahteraan rakyat.
2)
Dalam melakukan perjanjian dan kerjasama internasional yang menyangkut
kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak harus dengan persetujuan lembaga
perwakilan rakyat.
3)
Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan
diplomasi pro-aktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonesia
di dunia internasional, memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga
negara dan kepentingan Indonesia, serta memanfaatkan setiap peluang positif
bagi kepentingan nasional.
4)
Meningkatkan kualitas diplomasi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan
pembangunan nasional, melalui kerjasama ekonomi regional maupun internasional dalam
rangka stabilitas, kerjasama dan pembangunan kawasan.
5)
Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi
perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, APEC dan WTO.
6)
Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara sahabat serta
memperlancar prosedur diplomatik dalam upaya melaksanakan ekstradisi bagian
penyelesaian perkara pidana.
7)
Meningkatkan kerjasama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang
berbatasan langsung dan kerjasama kawasan ASEAN untuk memelihara stabilitas,
pembangunan dan kesejahteraan.
Politik Luar
Negeri di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2004 – 2009, dalam
visi dan misi beliau diantaranya dengan melakukan usaha memantapkan politik
luar negeri. Yaitu dengan cara meningkatkan kerjasama internasional dan
meningkatkan kualitas diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan
kepentingan nasional. Prestasi Indonesia sejak 1 Januari 2007 menjadi anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dimana Republik Indonesia dipilih oleh 158
negara anggota PBB. Tugas Republik Indonesia di Dewan Keamanan PBB adalah :
1)
Ketua Komite Sanksi Rwanda
2)
Ketua komite kerja untuk pasukan penjaga perdamaian,
3)
Ketua Komite penjatuhan sanksi untuk Sierra Leone,
4)
Wakil Ketua Komite penyelesaian konflik Sudan,
5)
Wakil Ketua Komite penyelesaian konflik Kongo,
6)
Wakil Kertua Komite penyelesaian konflik Guinea Bissau.
Baru-baru ini
Indonesia berani mengambil sikap sebagai satu-satunya negara anggota tidak
tetap DK PBB yang bersikap abstain ketika semua negara lainnya memberikan
dukungan untuk memberi sanksi pada Iran.
E. PERAN INDONESIA DALAM KANCAH INTERNASIONAL
Negara
Indonesia menjalankan politik luar negeri yang bebas dan aktif sehingga
mempunyai peran penting dalam percaturan internasional. Perkembangan dunia
selalu berubah dengan cepat, permasalahan yang dihadapi juga makin kompleks.
Hubungan luar negeri pemerintah Indonesia tidak hanya dengan pemerintah
negara-negara lainnya, tetapi juga menyangkut berbagai organisasi
internasional, seperti berikut ini.
1. Konferensi Asia Afrika
Sebagai negara
merdeka, bangsa Indonesia prihatin terhadap negara-negara di Asia dan Afrika
yang masih mengalami penjajahan. Untuk itu, Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamijoyo
pada kesempatan menghadiri Konferensi Kolombo di Sri Lanka berpendapat
pentingnya menggalang kerja sama di antara negara-negara di Asia dan Afrika.
Gagasan Perdana
Menteri Ali Sastroamijoyo disambut baik oleh Perdana Menteri Mohammad Ali
Jinnah (Pakistan), Perdana Menteri Sir John Kotelawala (Sri Lanka), Perdana
Menteri U Nu (Burma/Myanmar), dan Perdana Menteri Pandit Jawaharlal Nehru
(India) India yang menghadiri Konferensi Kolombo. Gagasan tersebut kemudian
ditindaklanjuti pada Konferensi Bogor pada tanggal 28–29 Desember 1954.
Konferensi Bogor dalam salah satu keputusannya menyatakan akan diadakan
Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tanggal 18–25 April 1955. Konferensi
Asia Afrika mengundang 30 negara dari Asia dan Afrika, tetapi 1 negara tidak
hadir, yaitu Federasi Afrika Tengah (Rhodesia) yang masih dijajah Inggris.
Keberhasilan
Konferensi Asia Afrika membawa banyak manfaat, di antaranya banyak negara di
Asia dan Afrika yang dahulunya terjajah menjadi negara yang merdeka. Tidak
hanya itu, ketegangan dunia mulai mereda dan perbedaan warna kulit mulai
dihapuskan.
2. Gerakan Nonblok
Perang Dunia II
selesai, di dunia ini muncul dua blok kekuatan di dunia, yaitu blok Barat dan
blok Timur. Negara-negara yang baru merdeka tidak mau dipengaruhi oleh kedua
blok tersebut. Untuk menghadapinya maka negara-negara yang baru merdeka (negara
berkembang) mendirikan organisasi Gerakan Nonblok. Pemrakarsa terbentuknya
Gerakan Nonblok adalah Presiden Josef Broz Tito (Yugoslavia), Perdana Menteri
Pandith Jawaharlal Nehru (India), Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), Presiden
Sukarno (Indonesia), dan Presiden Kwanu NKrumah (Ghana). Tujuan dari Gerakan
Nonblok ada yang merupakan tujuan ke dalam organisasi dan adapula tujuan keluar
dari organisasi. Tujuan ke dalam Gerakan Nonblok adalah mengusahakan dan
mengembangkan kehidupan masyarakat angotanya dalam bidang politik, ekonomi, dan
sosial yang
tertinggal dari negara maju. Adapun tujuan ke luar Gerakan Nonblok adalah meredakan ketegangan dunia akibat pertentangan dua negara Adidaya sehingga tercipta perdamaian dunia. Untuk melaksanakan tujuan tersebut maka negara anggota Gerakan Nonblok mengadakan pertemuan tingkat kepala negara dan pemerintahan (KTT). Dari terbentuknya sampai dengan sekarang Gerakan Nonblok telah melakukan pertemuan kepala pemerintahan dan kepala negara sebanyak
14 kali. Indonesia pernah menjadi tuan rumah penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Nonblok X pada tanggal 1–6 September 1992 di Jakarta.
tertinggal dari negara maju. Adapun tujuan ke luar Gerakan Nonblok adalah meredakan ketegangan dunia akibat pertentangan dua negara Adidaya sehingga tercipta perdamaian dunia. Untuk melaksanakan tujuan tersebut maka negara anggota Gerakan Nonblok mengadakan pertemuan tingkat kepala negara dan pemerintahan (KTT). Dari terbentuknya sampai dengan sekarang Gerakan Nonblok telah melakukan pertemuan kepala pemerintahan dan kepala negara sebanyak
14 kali. Indonesia pernah menjadi tuan rumah penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Nonblok X pada tanggal 1–6 September 1992 di Jakarta.
3. Normalisasi Hubungan dengan Malaysia
Hubungan Indonesia dengan Malaysia pernah
renggang.Pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni diadakan perundingan Bangkok,yang
isinya :
- Rakyat sabah dan serawak diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah diambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
- Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
- Tindakan permusuhan antar kedua belah pihak akan dihentikan.
secara resmi pemulihan hubungan Indonesia dengan
Malaysia berlangsung di Jakarta,11 Agustus 1966.
3. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Pemerintah Indonesia
pertama kali menjadi anggota PBB pada tanggal 27 Maret 1950. Selanjutnya pada
tanggal 7 Januari 1965 pemerintah Indonesia menyatakan keluar dari keanggotaan
PBB. Hal itu berkaitan dengan sikap PBB yang menerima Federasi Malaysia yang
kala itu sedang bermusuhan dengan Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan
KeamananPBB.
Pada tanggal 28 September 1966 pemerintah Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Sebagai anggota PBB, Indonesia berusa menciptakandan menjaga perdamaian dunia. salah satu caranya dengan aktif mengirimkan pasukan perdamaian di bawah komando PBB. Pasukan penjaga perdamaian Indonesia disebut pasukan Garuda. Pasukan pernah bertugas menjaga perdamaian ke Mesir, Kongo, Vietnam, Bosnia, dan Libanon.
Pada tanggal 28 September 1966 pemerintah Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Sebagai anggota PBB, Indonesia berusa menciptakandan menjaga perdamaian dunia. salah satu caranya dengan aktif mengirimkan pasukan perdamaian di bawah komando PBB. Pasukan penjaga perdamaian Indonesia disebut pasukan Garuda. Pasukan pernah bertugas menjaga perdamaian ke Mesir, Kongo, Vietnam, Bosnia, dan Libanon.
Kontingen Garuda
Kontingen Garuda disingkat KONGA
atau Pasukan Garuda adalah pasukan Tentara Nasional Indonesia yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di
negara lain. Indonesia mulai turut serta mengirim pasukannya sebagai
bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB sejak 1957.
Sejarah
Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17
Agustus 1945, Mesir segera mengadakan sidang menteri luar negeri
negara-negara Liga
Arab. Pada 18 November 1946, mereka menetapkan resolusi tentang pengakuan
kemerdekaan RI sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh. Pengakuan tersebut
adalah suatu pengakuan de jure menurut hukum internasional.
Untuk menyampaikan pengakuan ini Sekretaris Jenderal Liga
Arab ketika itu, Abdurrahman
Azzam Pasya, mengutus
Konsul Jendral Mesir di India, Mohammad Abdul Mun'im, untuk pergi ke Indonesia. Setelah melalui
perjalanan panjang dan penuh dengan rintangan terutama dari pihak Belanda maka akhirnya ia sampai ke Ibu Kota RI waktu itu
yaitu Yogyakarta, dan diterima secara kenegaraan oleh Presiden Soekarno dan Bung
Hatta pada 15
Maret 1947. Ini pengakuan pertama atas kemerdekaan RI oleh
negara asing.
Hubungan yang baik tersebut berlanjut dengan dibukanya Perwakilan RI di
Mesir dengan menunjuk HM Rasyidi sebagi Charge d'Affairs atau "Kuasa
Usaha". Perwakilan tersebut merangkap sebagai misi diplomatik tetap untuk
seluruh negara-negara Liga Arab. Hubungan yang akrab ini memberi arti pada
perjuangan Indonesia sewaktu terjadi perdebatan di forum Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB yang membicarakan sengketa
Indonesia-Belanda, para diplomat Arab dengan gigih mendukung Indonesia.
Presiden Sukarno membalas pembelaan negara-negara Arab di forum
internasional dengan mengunjungi Mesir dan Arab
Saudi pada Mei 1956 dan Irak pada April 1960. Pada 1956, ketika Majelis Umum PBB memutuskan untuk menarik mundur pasukan Inggris, Prancis dan Israel dari wilayah Mesir, Indonesia mendukung keputusan
itu dan untuk pertama kalinya mengirim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke
Mesir yang dinamakan dengan Kontingen Garuda I atau KONGA I.
Daftar kontingen
Kontingen Garuda I
Kontingen Garuda I dikirim pada 8
Januari 1957 ke Mesir. Kontingen Garuda Indonesia I terdiri dari
gabungan personel dari Resimen Infanteri-15 Tentara Territorium (TT)
IV/Diponegoro, serta 1 kompi dari Resimen Infanteri-18 TT V/Brawijaya di
Malang. Kontingen ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Infanteri Hartoyo yang kemudian digantikan oleh Letnan Kolonel
Infanteri Suadi Suromihardjo, sedangkan wakilnya Mayor Infanteri Soediono Suryantoro. Kontingen Indonesia berangkat tanggal 8 Januari
1957 dengan pesawat C-124 Globe Master dari Angkatan Udara Amerika Serikat
menuju Beirut, ibukota Libanon. Dari Beirut pasukan dibagi dua, sebagian menuju ke Abu Suweir
dan sebagian ke Al Sandhira. Selanjutnya pasukan di El Sandhira dipindahkan ke Gaza, daerah perbatasan Mesir dan Israel, sedangkan kelompok Komando berada di Rafah. Kontingen ini mengakhiri masa tugasnya pada
tanggal 29
September 1957. Kontingen Garuda I berkekuatan 559 pasukan.
Kontingen Garuda II
Konga II dikirim ke Kongo pada 1960 dan dipimpin oleh Letkol Inf Solichin GP. Konga II berada di bawah misi UNOC.KONGA II berjumlah 1.074 orang dipimpin Kol. Prijatna (kemudian digantikan oleh Letkol Solichin G.P)
bertugas di Kongo September 1960 hingga Mei 1961.
Kontingen Garuda III
Konga III dikirim ke Kongo pada 1962. Konga III berada di bawah misi UNOC dan dipimpin
oleh Brigjen TNI Kemal
Idris dan Kol Inf Sobirin Mochtar.KONGA III terdiri atas 3.457orang dipimpin oleh
Brigjen TNI Kemal Idris, kemudian Kol. Sabirin Mochtar. KONGA III terdiri atas
Batalyon 531/Raiders, satuan-satuan Kodam II/Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri
7, dan unsur bantuan tempur. Seorang Wartawan dari Medan, H.A. Manan Karim (pernah menjadi Wkl. Pemred Hr Analisis) turut
dalam kontingen Garuda yang bertugas hingga akhir 1963. Menteri/Panglima
Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad
Yani pernah berkunjung ke
Markas Pasukan PBB di Kongo (ketika itu bernama Zaire) pada tanggal 19 Mei
1963. Komandan Yon Kavaleri 7 Letkol GA. Manulang gugur di Kongo.
Kontingen Garuda IV
Konga IV dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga IV berada di bawah misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto.Pada tanggal 23
Januari 1973 pasukan Garuda IV diberangkatkan ke Vietnam yang
dipimpin oleh Brigadir Jenderal TNI Wiyogo Atmodarminto, yang merangkap Deputi
Militer Misriga dengan kekuatan 294 orang yang terdiri dari anggota ABRI dan
PNS Departemen Luar Negeri. Kontingen Garuda IV ini merupakan Kontingen ICCS
(International Commission of Cantre and Supervision) pertama yang tiba di
Vietnam. Tugas kontingen Garuda IV adalah mencegah pelanggaran-pelanggaran,
menjaga status quo, mengawasi evakuasi pasukan dan alat-alat perang serta
mengawali pertukaran tawanan perang.
Kontingen Garuda V
Konga V dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga V berada di bawah misi ICCS dan dipimpin
oleh Brigjen TNI Harsoyo.
Kontingen Garuda VI
Konga VI dikirim ke Timur
Tengah pada 1973. Konga VI berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Rudini. Kontingen Garuda Indonesia VI di resmikan oleh
Menhankam/Pangab Jenderal TNI M. Pangabean. Tugas pokok Kontingen Garuda Indonesia sebagai
peace keeping force atau “Pasukan Pemelihara Perdamaian”. Komposisi Kontingen
tersebut berintikan Yonif 512/Brigif Kodam VIII/Brawijaya dengan kekuatan 466
orang, dibawah pimpinan Kolonel Inf. Rudini. Sebagai Komandan Komando Taktis, ditunjuk Mayor Basofi Sudirman. Selain pengiriman Kontingen, atas permintaan PBB
diberangkatkan pula Brigadir Jenderal Himawan Sutanto sebagai Komandan Brigade Selatan Pasukan PBB di
Timur Tengah, pada tanggal 13 Desember 1973. Kontingen Garuda Indonesia VI tiba
kembali di Indonesia setelah menyelesaikan tugasnya di Timur Tengah selama
sembilan bulan. Pada tanggal 31 September 1974, Kasum Hankam Marsdya TNI Sudharmono atas nama Menhankam/Pangab membubarkan Kontingen
Garuda Indonesia VI dan selanjutnya diserahkan kepada kesatuan masing-masing.
Kontingen Garuda VII
Konga VII dikirim ke Vietnam pada 1974. Konga VII berada di bawah misi ICCS dan dipimpin
oleh Brigjen TNI S. Sumantri.
Kontingen Garuda VIII
Kontingen Garuda VIII dikirim dalam rangka misi perdamaian PBB di Timur
Tengah paska Perang
Yom Kippur antara Mesir dan Israel yang berlangsung dari tanggal 6 sampai dengan 26
Oktober 1973, dengan tercapainya gencatan senjata di kilometer 101 dan disusul
dengan keluarnya resolusi PBB 340[1]. Kontingen Garuda VIII bertugas di daerah
penyangga PBB di Semenanjung
Sinai tersebut dikirim
dalam 9 gelombang rotasi, dan setiap rotasi bertugas selama 6 bulan. Negara
yang berkontribusi dalam pasukan perdamaian dalam wadah UNEF
II tersebut yaitu dari Australia, Austria
(penerbangan), Kanada
(logistik), Finlandia
(pasukan), Ghana
(pasukan), Indonesia
(pasukan), Irlandia, Nepal, Panama, Peru, Polandia
(logistik), Senegal dan Swedia (pasukan)[2].
Kontingen Garuda VIII/1
Konga VIII/1 dikirim ke Timur Tengah pada 1974. Konga VIII/1 berada di
bawah misi UNEF
II dan dipimpin oleh Kol
Art Sudiman Saleh.
Kontingen Garuda VIII/2
Konga VIII/2 dikirim ke Timur Tengah pada 1975. Konga VIII/2 berada di bawah misi UNEF
II dan dipimpin oleh Kol
Inf Gunawan Wibisono. Berintikan anggota TNI dari kesatuan KOSTRAD,
yaitu dari YONIF LINUD 305/Tengkorak-BRIGIF LINUD 17/KOSTRAD.
Kontingen Garuda VIII/3
Konga VIII/3 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga VIII/3 berada di bawah misi UNEF
II dan dipimpin oleh Kol
Inf Untung Sridadi.
Kontingen Garuda VIII/4
Konga VIII/4 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga VIII/4 berada di bawah misi UNEF
II dan dipimpin oleh Kol
Inf Suhirno.
Kontingen Garuda VIII/5
Konga VIII/5 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga VIII/5 berada di bawah misi UNEF
II dan dipimpin oleh Kol
Kav Susanto Wismoyo.
Kontingen Garuda VIII/6
Konga VIII/6 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga VIII/6 berada di
bawah misi UNEF
II dan dipimpin oleh Kol
Inf Karma Suparman. Inti pasukan Garuda VIII/6 ini adalah dari
kesatuan Yonif 700 Linud (Ujung
Pandang) dibawah pimpinan
Letkol Inf Sarmono (dalam kontingen menjabat sebagai Wakil Komandan Kontingen).
Untuk meningkatkan komando dan pengendalian pasukan maka markas kontingen yang
semula berada di Kota Suez diajukan ke tengah-tengah buffer zone
yaitu di Wadi Reina, Semenanjung
Sinai.
Kontingen Garuda VIII/7
Konga VIII/7 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga VIII/7 berada di bawah misi UNEF
II dan dipimpin oleh Kol
Inf Sugiarto.
Kontingen Garuda VIII/8
Konga VIII/8 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga VIII/8 berada di bawah misi UNEF
II dan dipimpin oleh Kol
Inf R. Atmanto.
Kontingen Garuda VIII/9
Konga VIII/9 dikirim ke Timur Tengah pada 1979. Konga VIII/9 berada di bawah misi UNEF
II dan dipimpin oleh Kol
Inf RK Sembiring Meliala.
Kontingen Garuda IX
Kontingen Garuda IX/1
Konga IX/1 dikirim ke Iran-Irak pada 1988. Konga IX/1 berada di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf Endriartono Sutarto.
Kontingen Garuda IX/2
Konga IX/2 dikirim ke Iran-Irak pada 1989. Konga IX/2 berada di bawah misi UNIIMOG dan
dipimpin oleh Letkol Inf. Fachrul
Razi.
Kontingen Garuda IX/3
Konga IX/3 dikirim ke Iran-Irak pada 1990. Konga IX/3 berada di bawah misi UNIIMOG dan
dipimpin oleh Letkol Inf Jhony Lumintang.
Kontingen Garuda X
Konga X dikirim ke Namibia pada 1989. Konga X berada di bawah misi UNTAG dan dipimpin oleh Kol Mar Amin S.
Kontingen Garuda XI
Kontingen Garuda XI/1
Konga XI/1 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/1 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh Letkol Inf Albert Inkiriwang.
Kontingen Garuda XI/2
Konga XI/2 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/2 berada di bawah misi UNIKOM dan
dipimpin oleh May CZI TP Djatmiko. Setelah Kontingen Garuda XI-1 mengakhiri masa
tugasnya pada tanggal 23 April 1992 kemudian tugas selanjutnya diserahkan
kepada Kontingen Garuda XI-2 untuk melaksanakan tugas sebagai pasukan
pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-Kuwait sebagaimana Kontingen Garuda
XI-1. Kontingen gelombang kedua ini berangkat pada tanggal 23 April
1992.Penugasan Kontingen Garuda XI-2 berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB
Nomor 687 tanggal 3 April 1992 pada paragraf 5 tentang pembentukan dan
tugas-tugas yang dilaksanakan Unikom dan Surat Perintah Panglima ABRI Nomor
Sprin 1024/IV/1992.Sebagai Komandan Kontingen Garuda XI-2 adalah Mayor Czi Toto Punto Jatmiko. Personel anggota Kontingen Garuda XI-2 terdiri
dari 6 perwira. Sebagai duta bangsa prestasi yang berhasil dicapai Kontingen
Garuda XI-2 adalah berperan mengembalikan personel Amerika Serikat yang
ditangkap oleh Polisi Irak di wilayah Kuwait. Di samping itu Kontingen Garuda
XI-2 berhasil membujuk suku Bieloven untuk tidak melaksanakan kegiatan pasar
gelap. Pada tanggal 23 April 1991 Kontingen Garuda XI-2 telah selesai
melaksanakan tugas dan kembali ke tanah air dan mereka kemudian mendapatkan
bintang Satyalencana
Santi Dharma dari
pemerintah.
Kontingen Garuda XI/3
Konga XI/3 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1993. Konga XI/3 berada di bawah misi UNIKOM dan
dipimpin oleh May Kav Bambang Sriyono. Garuda XI-2 mengakhiri masa tugasnya pada
tanggal 23 April 1992, maka Kontingen Garuda XI-3 menggantikan Kontingen Garuda
XI-2 untuk melaksanakan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di
wilayah Irak-Kuwait. Kontingen ini beranggotakan enam orang perwira ABRI di
bawah pimpinan Mayor Kav. Bambang Sriyono. Mereka berangkat ke wilayah Irak-Kuwait
pada tanggal 19 April 1993 dan kembali ke tanah air pada tanggal 25 April
1994.Atas permintaan Dewan Keamanan PBB pada tanggal 10 Oktober 1993 Pemerintah
Indonesia mengirimkan Letkol Inf. Hasanudin sebagai anggota Staf UNIKOM. Ia termasuk
Kontingen Garuda XI/UNIKOM dan berhasil melaksanakan tugas dengan baik. Pada
tanggal 17 Oktober 1994 kontingen ini kembali ke tanah air.
Kontingen Garuda XI/4
Konga XI/4 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1994. Konga XI/4 berada di bawah misi UNIKOM dan
dipimpin oleh May Inf Muh. Mubin.
Kontingen Garuda XI/5
Konga XI/5 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1995. Konga XI/5 berada di bawah misi UNIKOM dan
dipimpin oleh May CPL Mulyono Esa.
Kontingen Garuda XII
Kontingen Garuda XII/A
Konga XII/A dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/A berada di bawah misi UNTAC
dan dipimpin oleh Letkol Inf Erwin
Sujono.
Kontingen Garuda XII/B
Konga XII/B dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/B berada di bawah misi
UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Ryamizard
Ryacudu.
Kontingen Garuda XII/C
Konga XII/C dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/C berada di bawah misi
UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Darmawi Chaidir.
Kontingen Garuda XII/D
Konga XII/D dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/D berada di bawah misi
UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Saptaji Siswaya dan Letkol Inf Asril Hamzah Tanjung. Pada tanggal 20 Januari 1993 Kontingen Garuda
XII-D diberangkatkan ke Kamboja untuk menggantikan Kontingen Garuda XII-C.
Kontingen Garuda XII-D dipimpin oleh Letkol Inf. Saptadji dan wakilnya Mayor
Inf. Suryo Sukanto. Jumlah personel 850 orang terdiri atas 390 orang
dari Yonif 303/SSM Kostrad, 213 orang anggota Korps Marinir TNI AL dan 217
orang anggota ABRI dari berbagai kesatuan. Selama penugasan terjadi penyusutan
lima orang personel, karena tiga orang menderita kecelakaan ranjau, satu orang
kecelakaan lalu lintas dan satu orang sakit. Untuk menggantikan personel
tersebut dikirim 63 orang, sehingga pada akhir penugasan berjumlah 908
personel.
Kontingen Garuda XII (Civpol)
Konga XII dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII berada di bawah misi
UNTAC (civil police) dan dipimpin oleh Kol Pol Drs S. Tarigan dan Kol Pol Drs Rusdihardjo.
Kontingen Garuda XIII
Konga XIII dikirim ke Somalia pada 1992. Konga XIII berada di bawah misi UNOSOM dan dipimpin oleh May Mar Wingky S.
Kontingen Garuda XIV
Kontingen Garuda XIV/1
Konga XIV/1 dikirim ke Bosnia-Herzegovina pada 1993. Konga XIV/1 berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Inf Eddi Budianto.
Kontingen Garuda XIV/2
Konga XIV/2 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/2 berada di bawah misi UNPROFOR dan
dipimpin oleh Letkol Inf Tarsis K.
Kontingen Garuda XIV/3
Konga XIV/3 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/3 berada di bawah misi
UNPROFOR.
Kontingen Garuda XIV/4
Konga XIV/4 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/4 berada di bawah misi
UNPROFOR (civil police) dan dipimpin oleh Letkol Pol Drs Suhartono.
Kontingen Garuda XIV/5
Konga XIV/5 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/5 berada di bawah misi
UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Art Mazni Harun.
Kontingen Garuda XIV/A
Konga XIV/A dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/A berada di bawah misi
UNPROFOR (Yonkes) dan dipimpin oleh Letkol CKM dr Heridadi. Konga XIV/A ini merupakan petugas kesehatan.
Kontingen Garuda XIV/B
Konga XIV/B dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/B berada di bawah misi
UNPROFOR (Yonkes) dan dipimpin oleh Letkol CKM dr Budi Utoyo. Konga XIV/B ini merupakan pasukan yang bertugas
mendukung misis kesehatan. pasukan kesehatan ini pun di dukung oleh beberapa
personel dari zeni(lettu CZI Deni dkk ),Hub (kapten Chb Sarjuno Dkk), Pal (
lettu Cpl Herry Dkk ), Bekang ( kapten CBA Eko Sedaryanto Dkk ), pasukan ini
merupakan gabungan tim kesehatan dari beberapa matra yakni TNI AD, TNI AU, TNI
AL. tergabung dalam satu kontingen garuda XIV/B, lagu mars konga kebanggaan
Indonesia di ciptakan oleh Lettu Ckm Hasyim, yang saat ini menjabat di Denkes
Garut. Wassalam. salam garuda
Kontingen Garuda XIV/C
Konga XIV/C dikirim ke Bosnia pada 1995. Konga XIV/C berada di bawah misi UNPROFOR (Yon
Zeni) dan dipimpin oleh Letkol CZI Anwar Ende. Konga XIV/C ini adalah dari Batalyon Zeni.
Kontingen Garuda XV
Konga XV dikirim ke Georgia pada 1994. Konga XV berada di bawah misi UNOMIG dan dipimpin oleh May Kav M. Haryanto. Kontingen Garuda XV pada awalnya merupakan
kontingen para Military Observer yang bertugas di bawah misi United Nations
Observer for Military in Georgia (UNOMIG). Bertugas di Rep. of Georgia untuk
mengawasi perjanjian damai antara Rep. of Georgia dan Rep. of Abkhazia (Self
Autonomous), yang merupakan upaya pemecahan diri dari sebagian wilayah. Pertama
kali misi ini di kirimkan pada tahun 1994 dan berakhir tahun 2009.
Kontingen Garuda XVI
Konga XVI dikirim ke Mozambik pada 1994. Konga XVI berada di bawah misi UNOMOZ dan dipimpin oleh May Pol Drs Kuswandi. Kontingen ini terdiri dari 15 pasukan.
Kontingen Garuda XVII
Konga XVII dikirim ke Filipina pada 1994. Kontingen ini bertugas dari 17
Juni 1994 sampai 28
Desember 1994. KONGA XVII dipimpin oleh Brigjen TNI Asmardi Arbi, bertugas di Filipina sebagai pengawas gencatan
senjata setelah adanya perundingan antara MNLF pimpinan Nur Misuari dengan pemerintah Filipina.
Kontingen Garuda XVIII
KONGA XVIII dikirim ke Tajikistan pada November 1997. Kontingen ini terdiri dari 8 perwira TNI yang
dipimpin oleh Mayor Can Suyatno.
Kontingen Garuda XIX
Kontingen Garuda XIX/1
Konga XIX/1 dikirim ke Sierra
Leone pada 1999-2002. Konga XIX/1 beranggotakan 10 perwira TNI
dipimpin oleh Letkol K. Dwi Pujianto dan bertugas sebagai misi pengamat (observer
mission).
Kontingen Garuda XIX/2
Konga XIX/2 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/2
beranggotakan 10 orang dipimpin oleh Letkol PSK Amarullah. Konga XIX/2 bertugas sebagai misi pengamat.
Kontingen Garuda XIX/3
Konga XIX/3 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/3
beranggotakan 10 perwira dipimpin oleh Letkol (P) Dwi Wahyu Aguk. Konga XIX/3 bertugas sebagai misi pengamat.
Kontingen Garuda XIX/4
Konga XIX/4 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/4
beranggotakan 10 perwira dan dipimpin oleh Mayor CZI Benny Oktaviar MDA. Konga XIX/4 bertugas sebagai misi pengamat. [1]
Kontingen Garuda XX
Kontingen Garuda XX/A
Konga XX/A dikirim ke Bungo, Kongo pada 6
September 2003 dan bertugas selama 1 tahun. Konga XX/A berjumlah
175 prajurit dari Kompi Zeni dibawah pimpinan Mayor CZI Ahmad Faizal. [2]
Kontingen Garuda XX/B
Konga XX/B bertugas di Republik Demokratik Kongo. Konga XX/B berasal dari
Kompi Zeni. [3]
Kontingen Garuda XX/C
Konga XX/C dikirim ke Republik Demokratik Kongo pada 28
September 2005. Konga XX/C berjumlah 175 personel dan dipimpin
Mayor Czi Demi A. Siahaan. Konga XX/C berasal dari Kompi Zeni. [4]
Sebagai Military Observer (Milobs) di MONUC Congo)tahun 2005-2006 yang
bertugas di Riverine Section sebagai Team Leader di kapal-kapal MONUC
melaksanakan patroli di sungai Congo dari Kinshasa - Mbandaka - Kisangani 1.
Mayor Laut (E) Ir. Wahyu Broto 2. Mayor Mar Werijon
Kontingen Garuda XX/D
Konga XX/D rencananya akan diberangkatkan ke Republik Demokratik Kongo untuk menggantikan Konga XX/C yang telah bertugas
selama hampir satu tahun. Konga XX/D berjumlah 175 personel dan dipimpin oleh
Mayor Czi Jamalulael. Konga XX/D berasal dari Kompi Zeni yang terdiri
dari kelompok komando 27 orang, tim kesehatan 11 orang, ton bantuan 30 orang,
ton 1 Zikon 22 orang, ton 2 Zikon 22 orang, ton 3 Zikon 22 orang dan ton
Alberzi 41 orang [5].
Kontingen Garuda XXI
Kontingen Garuda XXI merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di Liberia (UNMIL) yang terdiri dari perwira AD, AL, AU yang
terlatih dalam misi PBB dan mempunyai kecakapan khusus sebagai pengamat militer
(UN military observer).
Konga XXI sampai saat ini 2009 sudah masuk gelombang ke-6:
- Konga XXI-1 dipimpin oleh Letkol Lek. Bayu Roostono, bertugas tahun 2003-2004 dalam periode DDRR, pasca perang sipil II.
- Konga XXI-2 dipimpin oleh Letkol (L) Putu Angga, bertugas tahun 2004-2005 dalam periode pasca pemilu dan pemilu.
- Konga XXI-3 dipimpin oleh Letkol (L) Supriatno, beserta dua orang perwira lainnya yaitu Mayor Inf Fritz Pasaribu dan Mayor Pnb Andri G. bertugas tahun 2005-2006 dalam periode pemulihan keamanan, rekonstruksi, pemilu dan pemerintahan demokratis pertama semenjak perang sipil 14 tahun.
- Konga XXI-4 dipimpin oleh Letkol Kav. Hilman Hadi, beserta dua orang perwira lainnya yaitu Mayor Mar Beni dan Kapten Adm Tri Ambar, bertugas tahun 2006-2007, sudah memasuki tahap konsolidasi setelah berhasil melewati tahap DDRR.
- Konga XXI-5 dipimpin oleh Letkol Lek. Joseph Rizki P., bertugas tahun 2007-2008, di saat misi UNMIL memulai tahap drawdown.
Kontingen Garuda XXI dalam melaksanakan tugasnya senantiasa didukung oleh
Perhimpunan Masyarakat Indonesia di Liberia (PERMIL) termasuk beberapa staf
Internasional yang berasal dari Indonesia.
Kontingen Garuda XXII
Kontingen Garuda XXII merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di
Sudan (UNMIS) yang terdiri dari perwira AD, AL, AU yang bertugas khusus sebagai
pengamat militer (UN Military Observer). Sekarang ini Konga XXII juga
berkontribusi untuk UNAMID (Darfur).
Kontingen Garuda XXII/G berjumlah 6 personel TNI yang bertugas sebagai UNMO
(UN Military Observer)untuk UNMIS (United Nations Mission In Sudan) yang
terdiri dari: Mayor Inf Tri Saktiyono, Mayor Laut (E) Danny Bachtera, Mayor Adm
Mirza Hus'an, Mayor Arh I Made Kusuma Dhyana Graha, Mayor Tek Lully Hermawan,
dan Kapten Laut (E) Ertawan Juliadi. Periode Penugasan Konga XXII/G ini
terhitung mulai tanggal 9 Pebruari 2008 sampai dengan 8 Pebruari 2009.
Kontingen Garuda XXII/H berjumlah 3 personel TNI yang bertugas sebagai UNMO
(UN Military Observer)untuk UNMIS (United Nations Mission In Sudan) yang
terdiri dari: Mayor Arm Ari Estefanus , Mayor Laut (P) Robert Marpaung , Mayor
Lek Johni Purwnato. Periode penugasan Konga XXII-H/08 terhitung mulai 23
Agustus 2008 - 22 Agustus 2009. Dengan Tugas pokok : Monitorir ,
Verifikasi dan Implementasi Perjanjian
Damai Komprehensif (Comprehensive
Peace Agreement/CPA) dengan sasaran yaitu Proses Gencatan senjata , Proses
DDR ,Sensus , Pemilu dan Referendum. Dalam kurun tersebut terjadi beberapa
peristiwa penting : Indictment Presiden Baasyir, Malakal Assault , PCA
Abyei dan penolakan hasil Pemilu oleh SPLM.
Kontingen Garuda XXII/I berjumlah 3 personel TNI yang bertugas sebagai UNMO (UN Military Observer)untuk UNMIS (United Nations Mission In Sudan) yang terdiri dari: Mayor Inf Freddino Silalahi, Mayor Laut (adm) Tarmizi dan, Mayor (psk) Nana Setiawan. Periode Penugasan Konga XXII/I ini terhitung mulai tanggal 4 September 2008 sampai dengan 3 September 2009. Tugas Pokok para Milobs adalah mengawasi gencatan senjata antara tentara SAF (pemerintah)& SPLA (pemberontak)untuk mendukung pelaksanaan Referendum pada tahun 2011 nantinya.
Kontingen Garuda XXIII/A
Konga XXIII/A bertugas sebagai bagian dari Pasukan Perdamaian PBB di
Lebanon (UNIFIL) dan
rencananya akan berangkat pada akhir September 2006 tetapi kemudian ditunda karena PBB menunda
keberangkatan pasukan perdamaian dari negara-negara Asia sehingga akhirnya
pasukan dikembalikan lagi ke kesatuannya masing-masing. Kontingen Garuda
XXIII/A dipimpin oleh Kolonel Surawahadi dan terdiri dari 850 personel TNI. Anak pertama
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono juga ikut serta dalam pasukan ini.
Kontingen Garuda XXIII-B/UNIFIL
Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2007 - 2008 di bawah komando Letkol
Inf A M Putranto, S.Sos sebagai Dansatgas dan Letkol Mar Ipung Purwadi sebagai
Wadansatgas. Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B/UNIFIL berkekuatan 850
personil dengan komposisi personil: 541 AD, 242 AL, 63 AU, 1 Kemhan dan 3
Deplu.
Kontingen Garuda XXIII/C
Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2008 - 2009 dibawah UNIFIL
Kontingen Garuda XXIII/D
Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2009 - 2010 dibawah UNIFIL Bertugas
di Lebanon Selatan pada tahun 2009 - 2010 di bawah Pimpinan Letkol Inf Andi
Perdana Kahar (Akmil 1992) sebagai Dansatgas dan Letkol Mar Guslin Kamase (AAL
1993) sebagai Wadansatgas. Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-D/UNIFIL
berkekuatan 1000 personil dengan main body dari Yonif Raider 323/13/1
Kostrad.
Kontingen Garuda XXIII/E
Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2010- 2011 dibawah UNIFIL, pimpinan
Letkol Inf Hendy Antariksa. Untuk pertama kalinya Konga XXIII-E selain mendapat
UN Medal seperti Konga pada umumnya, juga mendapatkan Brevet Kehormatan UNIFIL
dari Komandan Sektor Timur UNIFIL. Selain itu, Konga XXIII-E juga mendapatkan
kepercayaan perluasan 5 wilayah binaan.
Kontingen Garuda XXIV
Bertugas di Nepal. Kontingen Garuda XXIV merupakan kontribusi TNI dalam
misi perdamaian PBB di Nepal (UNMIN) yang terdiri dari perwira AD, AL, AU yang
terlatih dan dibekali ilmu dalam misi PBB serta mempunyai kecakapan khusus
sebagai pengamat militer (UN military observer).
Konga XXIV sampai misi terakhir 2011 adalah gelombang ke-4:
- Konga XXIV-1 dipimpin oleh Mayor , beserta 5 orang perwira lainnya bertugas selama 1 tahun dari tahun 2007-2008, pasca perang tahun 2006.
- Konga XXIV-2 dipimpin oleh Kol Laut (T) (Anumerta) Sondang Dodi Irawan, beserta lima orang perwira lainnya Mayor Laut (E) Ir. Wahyu Broto, Mayor Arh M Fahmi Rizal Nasution, Mayor Pnb Lubis, Mayor Supomo dan Mayor Inf Mulyaji bertugas selama 1 tahun 6 bulan 2 minggu dari tahun 2008-2009 dalam periode pasca pemilu dan pemilu.
- Konga XXIV-3 dipimpin oleh Mayor Kav Arief Munandar, beserta empat orang perwira lainnya yaitu Mayor Inf Budi Prasetyo, Mayor Kav Sindhu Hanggara, Mayor Arh IGN Wahyu Jatmiko dan Mayor Adm Djoko Nugroho bertugas selama 1 tahun dari tahun 2009-2010.
- Konga XXIV-4 dipimpin oleh Mayor Arm Aziz Mahmudi, beserta empat orang perwira lainnya yaitu Mayor Mar Arief Rahman Hakim, Mayor Kal R Akhmad Wahyuniawan, Kapten Arm Abdi wirawan dan Kapten L (P) Agus Wijaya, bertugas selama 4 bulan dari 28 Agustus 2010 sd 15 Januari 2011, sudah memasuki tahap konsolidasi.
Kontingen Garuda XXIV dalam melaksanakan tugasnya senantiasa didukung oleh
Masyarakat Indonesia di Nepal termasuk beberapa staf Internasional yang berasal
dari Indonesia.
Kontingen Garuda XXV
Berdasarkan Frago (fragmentery order) Nomor10-10-08 tanggal 30 Oktober
2008, penambahan Kontingen Indonesia dalam rangka misi perdamaian dunia di
Lebanon Selatan memberikan kesempatan kepada 75 prajurit Polisi Militer TNI
untuk turut serta memberikan sumbangsih bhakti yang mana Kontingen Satgas POM
TNI 25A (Satgas POM TNI pertama) dipimpin oleh Letkol CPM Ujang Marteniz dalam
kurun waktu 2008 - 2009, selanjutnya Satgas POM TNI 25B, dipimpin oleh Letkol
CPM Ekoyatma Parnowo dalam kurun waktu 2009 - 2010, kemudian, yang saat ini
sedang bertugas adalah Satgas POM TNI 25C, yang dipimpin oleh Letkol CPM Dwi
Prasetyo Wiranto.
Satgas POM TNI di Lebanon, berkedudukan langsung dibawah Force Commander of
UNIFIL (FC assets), namun bertempat di wilayah Sektor Timur UNIFIL, itulah
sebabnya Satgas POM TNI di Lebanon disebut INDO SEMPU. Wilayah sektor timur,
yang juga merupakan wilayah Area of Responsibility (AOR) daripada SEMPU
meliputi 4 batalion area, yaitu, Kontingen Malaysia, Batalion India (Alpha
Area), Batalion Spanyol (Bravo Area), Batalion Indonesia (Charlie Area) dan
Batalion Nepal (Delta Area).
Kontingen Garuda XXVI
Menyusul keberhasilan penugasan Kontingen Garuda XXIII bersama dengan
UNIFIL, sekaligus dalam rangka memperbesar peran serta Indonesia dalam
pemeliharaan perdamaian di Lebanon Selatan dan atas permintaan PBB, maka
dikirimkan pasukan tambahan Indonesia untuk melaksanakan tugas sebagai satuan
Force Headquarter Support Unit (FHQSU) dan INDO Force Protection Company (INDO
FP Coy) berjumlah 200 orang. Tugas yang diemban berbeda dengan Konga XXIII
(INDOBATT) yang merupakan satuan Yonif Mekanis yang memiliki wilayah operasi di
sekor timur UNIFIL, Konga XXVI merupakan satuan yang bertugas untuk mendukung
pelayanan dan pengamanan di UNIFIL HQ - Naqoura. Konga XXVI-A tiba pertama kali
di Naqoura pada tanggal 31 Oktober 2008, dipimpin oleh Kolonel Mar Saud P. Tamba Tua.
4. Peran
Serta Indonesia dalam organisasi Internasional APEC dan organisasi ekonomi
internasional lainnya.
Organisasi APEC
merupakan frum kerja sama bidang ekonomi antara negara-negar dikawasan Asia dan
Pasifik.APEC dibentuk di Canberra,Australia pada bulan Desember 1989.Indonesia
sebagai anggota APEC ikut berperan aktif dalam organisasi tersebut.Hal ini
menunjukkan bahwa politik luar negeri Indonesia telah diterapkan dalam upaya
mencapai tujuan negara yang sesuai dengan pembukaan UUD 1945. Di bidang ekonomi Indonesia aktif dalam
Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariffs
and Trade/ GATT). Selain itu, Indonesia juga ikut organisasi perdagangan dunia
(World Trade Organization/WTO).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian-uraian diatas menunjukan
bahwa sebuah negara akan selalu dipengaruhi kehidupan negaranya oleh
negara-negara sekitarnya. Sehingga perlu untuk membuat sebuah sikap yang tegas
terhadap politik luar negeri suatu bangsa agar tidak terombang-ambing dalam
dunia Internasional yang dinamis, jangan sampai suatu negara menjadi objek dari
kancah dunia politik Internasional akan tetapi mampu menjadi subjek yang baik
dalam dunia politik internasional. Hal ini juga dirasakan oleh Bangsa Indonesia
yang berada antara suasana geopolitik yang dinamis baik dalam negeri maupun
luar negeri sehingga Bangsa Indonesia telah menentukan sikapnya terhadap
politik luar negeri yang dianut yaitu Politik Luar Negeri Bebas Aktif.
Dengan dianutnya politik bebas aktif
ini diharapkan Indonesia diakui dan dihormati kedaulatannya dalam berbangsa dan
bernegara oleh negara-negara lain serta mampu mengambil segala keuntungannya
untuk tercapainya tujuan nasional bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
3. Wikipedia Pasukan Garuda
5. Fatonipgsd071644221's Blog.
LAMPIRAN
Kontingen Garuda XX-G Bagikan Bingkisan Kepada Masyarakat Pedalaman Kongo
(Kongo, 20
Agustus 2010). Tepatnya di desa Cimquante-Cinq arah antara Dungu Faradje dimana
lokasi Kontingen Garuda XX-G bekerja dalam membangun jalan Dungu Faradje,
Komandan Kontingen Letkol Czi Arnold A.P Ritiauw dan personel Zeni TNI pada hari Kamis (19/8) membagikan baju baru kepada
masyarakat Kongo yang berada dipedalaman, khususnya kepada anak-anak yang
jumlahnya lebih dari 100 orang. Sumbangan berupa baju ini diberikan dalam
rangka memperingati HUT Republik Indonesia ke-65, juga
sebagai bagian dari Sargal (Sarana Penggalangan) terhadap
masyarakat Kongo.
Sebelum acara
membagikan baju kepada masyarakat pedalaman, personel TNI
Kontingen Garuda XX-G menggelar acara perlombaan permainan khususnya untuk
anak-anak, ibu-ibu dan masyarakat setempat, diantaranya balap karung dan lomba
makan kerupuk. Perlombaan permainan ini dihadiri oleh Kepala Desa
Cimquante-Cinq, Kepala Polisi, sesepuh masyarakat setempat dan perwakilan dari FARDC (Force Army Republic
Democratic of Congo).
Dalam
kesempatan tersebut, Kepala Desa menyampaikan atas nama masyarakat
Cimquante-Cinq ucapan “Selamat HUT RI ke-65” dan rasa
terimakasih kepada Prajurit TNI Kontingen Garuda XX-G
yang telah banyak memberikan bantuan kepada rakyat dan negara DRC,
seperti membangun infrastruktur berupa jalan sepanjang 155 Km yang langsung
dapat dirasakan manfaatnya oleh masyaratkat setempat. Kepala Desa juga berharap
agar Kontingen Garuda XX-G terus membantu masyarakat Kongo, sehingga rakyat
Kongo bisa terlepas dari keterisolasian akibat keterbatasan infrastruktur
di daerahnya.
Sebagai rasa
terimakasih dari masyarakat Cimquante-Cinq, mereka pun menampilkan pertunjukan
kesenian berupa sandiwara yang mengisahkan perlawanan mereka terhadap kekejaman
LRA (Lords Resistance Army) milisi/pemberontak dan juga menampilkan tari-tarian tradisional
ciri khas daerahnya.
Pada akhir acara,
Komandan Kontingen XX-G Letkol Czi Arnold A.P. Ritiauw memberikan hadiah kepada
peserta perlombaan permainan berupa makanan ringan dan sembako. Sebagai penutup
acara, Komandan Kontingen membagikan baju baru kepada lebih dari seratus
anak-anak yang berada di desa tersebut.
Kontingen Garuda Periksa Ternak di Lebanon Selatan
LEBANON (Pos Kota) – Satgas
Batalyon Mekanis TNI Kontingen Garuda XXIII-D/UNIFIL (Indobatt) menggandeng
Batalyon India (Indbatt) yang sama-sama berada di bawah komando Sector East UNIFIL menggelar
kegiatan Veterinary Assistance (bantuan kemanusiaan kepada masyarakat setempat dalam bentuk
pelayanan kesehatan hewan ternak), Kamis (25/3) hari ini, di Deir Siriane
Lebanon Selatan, Indobatt.
Kerjasama CIMIC ini berupa pelayanan
kesehatan hewan ternak ini dapat terlaksana dengan lancar karena banyaknya
permasalahan tentang hewan ternak yang dihadapi oleh masyarakat setempat yang
bergerak di bidang peternakan hewan, sementara kebutuhan akan dokter hewan
lokal cukup terbatas.
Dengan koordinator dokter hewan
dari Batalyon India, atas nama Letnan Kolonel Sangwan serta dukungan aparat
pemerintah Deir Siriane setempat yang diwakili oleh Mayor Hassan Kareem,
program pelayanan kesehatan hewan diarahkan pada pengobatan hewan
dan vaksinasi serta pemberian supplemen untuk lembu dan
domba.
Menurut observasi tim kesehatan
Indbatt, masyarakat setempat kurang perhatian terhadap kebersihan kandang
hewannya. (puspen/dms)